Hari
ini adalah hari yang sangat spesial. Lho? Kenapa begitu? Karena hari ini hasil
ujian perguruan tinggi negeri akan diumumkan.
Karamel
sangat antusias, berkali-kali ia mengulang halaman website PTN yang diincarnya
sejak lama. Satu minggu yang lalu ia mengikuti ujian dan merasa optimis. Tapi,
entah kenapa hari ini ia sangat gugup dan resah. Karamel melirik jam dinding.
Sudah hampir pukul dua siang kenapa hasilnya belum keluar juga? Apa
jangan" sang petugas lupa mengumumkan hasilnya? Atau ada masalah dengan
jaringan nya?
"El,
gimana hasilnya sudah keluar?" tanya sang bunda lalu duduk disebelah putrinya
itu.
"Belum bun. " jawab
Karamel lesu. Bunda
menatap wajah putrinya dengan khawatir.
"Kalau tidak diterima,
kamu kuliah di kampus yang Ayahmu
pilih ya?"
"Lhoo, bunda doain aku
gagal? " jawab Karamel dengan masam.
"Bukan nya gitu, toh kita
kan nggak tau apa yang akan terjadi nak." jelas Bunda lembut.
Karamel
teriam. Ya. Ia tidak pernah tau apa yang akan terjadi. Selama ini ia selalu merasa
optimis dan bisa mencapai keinginan nya. Masuk peringkat 5 besar, Kelas IPA dan bahkan ia
memenangkan lomba cerdas cermat tingkat Provinsi.
Hanya ada satu keinginannya, yaitu bisa
masuk perguruan tinggi negeri favorit.
Beberapa
hari lalu, Ayah dan bunda menyarankan agar Karamel masuk di Perguruan tinggi
pilihan sang Ayah. Sifat keras kepala yang menurun itu menolak saran dari Ayahnya.
Baginya, ini adalah pilihannya. Apalagi ia tidak tahu tentang perguruan tinggi
tersebut.
Tiba-tiba
sang Ayah pun ikut duduk dikursi kebangsaanya dengan koran yang tak tertinggal.
"Udah kamu masuk kampus
yang Ayah pilih
aja, toh kampus
itu juga termasuk kampus terbaik di kota ini" ucap Ayah tanpa melihat pada
Karamel. Karamel hanya teriam
dan menghela nafasnya panjang.
"Sayang, Ayah sama B unda ingin yang terbaik
buat kamu. Salah satu alasan kami ingin kamu meneruskan disini itu karena rasa
khawatir pada anak satu-satunya. kamu mengerti kan sayang!!" sang bunda
mencoba memberi pengertian.
"Kalo... Kalo.... "
ucapan Karamel terputus untuk mengumpulkan keberaniannya
"Kalo El lulus PTN
ini, El boleh mengambilnya? " tanya
El memberanikan diri. Pasalnya ini pertama
kalinya El tak mengikuti perkataan orang tuanya.
Ayah
memandang ke arah El yang sedang menunduk disamping bundanya. Lama tak ada
jawaban dari sang Ayah membuat El semakin menundukkan kepalanya.
"Baik, Ayah ijinkan.
Tapi kalo kamu gagal, kamu hanya punya 2 pilihan, masuk kampus pilihan Ayah atau kamu
menikah" tegas Ayah El.
Seketika
El pun mengangkat kepalanya dengan tatapan yang meminta penjelasan pada sang Ayah, dan Ayah hanya membalas
pandangan El sebentar lalu beranjak dari singgasananya.
"Bund,,
masa El nikah? El kan masih muda, masih
banyak hal yang mau El raih bund!! " Ucap El
"Kamu tahu kan gimana Ayah
kamu, El? Ia akan teguh dengan
pendiriannya" jawab Bunda. El pun kembali ke posisinya..
"Aku gak mau kuliah
dikampus itu, mau ambil jurusan
apa?? Dan "NIKAH"? gak
mungkin... !!!" Batin El dengan penuh rasa kesal yang tertahan.
Karamel
merasa di Perguruan Tinggi
yang ia pilih pasti akan membuat ia sukses dan berkembang dengan apa yang ia
tekuni sampai saat ini.
Dan
keyakinannya adalah ia harus bisa keluar dari zona nyamannya untuk lebih
berkembang, salah satunya hidup Mandiri,
itu salah satu tujuan El ingin kuliah di Kota lain selain apa yang ia ingin
raih.
***
Bahkan
hingga satu jam kemuian pengumuman hasil kelulusan PTN belum keluar juga. Tingkat kewaspadaan
karamel sudah masuk tahap Siaga 1, keringat dingin bercucuran di dahinya. Bayangkan saja pilihan
yang diberikan oleh Ayah Bundanya jika ia tidak lulus pada pengumuman nanti. Menikah atau Kuliah di
Kota ini!!
"Bagaimana
El...pengumumannya sudah keluar?"
"Belum
Bun...mungkin karna
banyak yang sedang mencari informasi ini, jadi
sangat sulit untuk di akses"
"Yaa
udah...nanti kalo hasilnya sudah keluar kasi tau Ayah sama bunda yaa".
"Baik
Bun...".
15
menit berlalu, dan usaha karamel untuk membuka pengumuman mulai membuahkan
hasil. Dibacanya
hasil pengumuman tersebut dengan teliti, hingga ditemukannya kalimat yang
mengatakan seperti ini.
Anda dinyatakan tidak
lulus seleksi SBMPTN 2015
Seketika
itu, harapan yang sudah
lama dipupuknya hancur berserakan. Bayangan akan menerima pilihan Ayah
bunda sangat sulit bisa diterima.
Bagaiman
jika ia harus menikah di usia muda, lalu mengurus rumah tangga yang entah akan
seperti apa jadinya esok. Atau
jika harus berkuliah di kota ini, jurusan apa kiranya yang harus ia ambil?
"Bagaimana
El...pengumumannya sudah keluar?"
Tanpa
sempat berkata, beberapa tetes air mata dengan wajah muram mungkin sudah
menjadi jawaban untuk pertanyaan bundanya tersebut. Melihat situasi tersebut bunda
mendekat kearah karamel dan menenangankan tangisan anaknya yang sedang pecah
"Sudah
nak, Bunda tau
bagaimana perasaan mu. Jangan bersedih,
masih ada universitas lain. Atau nurut
sama Ayah mu saja."
Setiap
orang tua ingin yang terbaik bagi anaknya, begitupun orang tua karamel. Dengan
adanya tanggapan Bunda karamel
hanya bisa menangis. Bayangan akan keadaan selanjutnya mungkin tidak akan
mengenakkan.
***
"El,
karamel?" Panggil Bundanya
dari meja makan. Karamel masih murung di dalam kamar, hatinya begitu
sedih. Dan masih belum bisa berdamai dengan kenyataan.
Dengan
langkah yang sangat lemah, ia mulai mendekati meja makan dan tepat di hadapannya, ia mendapati wajah
sang Ayah yang sedari tadik mengamatinya.
"Ada
apa dengan mu?" Sepontan karamel tertegak mendengar suara Ayahnya.
"Bagaimana
hasil pengumumannya?"
Karamel hanya bisa tertunduk menahan tangis.
"Besok
pagi ikut Ayah dan jangan menolak, atau kamu malah mau menikah ?" ucap sang Ayah sembari
menyodorkan brosur universitas yang telah ia tawarkan kepada putrinya jauh -
jauh hari.
"Mulai lah menerima
kenyataan, bahwa hal yang kita inginkan kadang tak sesui dengan apa yang kita
harapkan." Sambung sang Ayah.
***
Karamel
masih khusyuk dalam sujud
panjangnya di sepertiga malam ini. Hatinya masih terombang ambing atas
kenyataan yang ia alami saat ini.
"Ya
Rabbi, El tau Engkau Maha Tahu
yang tidak El ketahui sekalipun. Ya Rabb.. Ampunilah segala kesalahan yang
telah El perbuat. Ya, Rabb.. kiranya berikanlah kekuatan untuk El tetap
berdiri, kesabaran untuk menerima, dan keikhlasan untuk menjalankannya nanti...
Ya Rabbb..." Bibirnya
bergetar sampai ia tidak bisa berucap. Entah sudah berapa kali tangannya menyeka
air matanya itu.
Tok
tok tok. Tok tok tok. Suara pintu kamarnya yang diketok berulang ke dua kali. Seperti
biasanya. El tau itu pasti bunda. Ia menghela nafas panjang. "Iya, Bunda.
Setelah ini El keluar."
Sang
bunda sedang menyiapkan sarapan di dapur,
El sudah duduk di meja makan. Seketika itu bundanya langsung menghampiri.
"El,
sarapan dulu ya sayang. Nanti Ayah menyusul. Ayah sedang ada telfon. Kita
duluan saja yaa.."
"Iya,
Bunda.." jawabnya dengan lirih tetapi dipaksanya untuk tetap tegar. El tetap
iam dalam duduknya. Matanya menunduk sedari tadi.
"Ini..
Bunda masak sayur kesukaan kamu. Yuk, dihabiskan yaa.." Pinta sang bunda
dengan senyum yang penuh lasih sayang.
Cukup
lama mereka berada di sana. Sebenarnya El tidak ada selera makan pagi itu. Tetapi
ia teringat Bundandanya telah memasak makanan kesukaannya. Ia tak sampai hati
untuk tidak memakannya. Saat El dan Bundanya telah selesai makan, barulah sang Ayah
datang.
"Wahh,
rupanya Ayah sudah lama ketinggalan sarapan bersama. Ya sudah, El siap-siap dulu
yaa. Tunggu Ayah di depan. Setelah Ayah selesai makan, kita langsung berangkat."
Perkataan
Ayahnya seolah-olah tak dihiraukan oleh El. Ia langsung bergegas dengan
setengah hati ke teras rumah. Sang Bunda langsung mengikutinya, lalu memeluk El dengan
erat. Dilihatnya putri kesayangannya dalam-dalam.
"Bundaaa...?"
Suaranya kini serak karena tangisnya yang tak tertahan lagi. "El sakit, Bun. El
belum pernah seperti ini. Ini pertama kalinya El tidak lulus. Sulit sekali,
Bun.. "
"El
sayang, bismillah ya nak.. Doa Bunda selalu yang terbaik untuk El. Allah tau
yang terbaik untuk El, Bunda, dan Ayah. Memang berat nak. Tapi, bismillah
yaa... Kamu harus menerimanya, sayang..."
***
Karamel
tak tega menolak perintah Ayahnya. Baginya sang Ayah adalah orang yang sangat ia
hormati. Melalui beliau ia belajar disiplin dan kerja keras. Tapi, ia ingin
memilih jalannya sendiri.
Akhirnya
karamel memutuskan untuk mengikuti perintah sang Ayah tapi ia memilih jurusan
sendiri.
El
pun masuk ke salah satu jurusan yang menurut ia setidaknya bisa membuka
wawasanya, Manajemen Informatika.
Dua
bulan ia jalani dengan setengah hati. Tekanan tempat baru, tugas yang banyak
dan jadwal kuliah yang ketat. Sebenarnya karamel bukan orang yang lemah. Hanya
saja ia tidak memiliki gairah.
Untungnya
ia memiliki seorang teman yang dengan setianya selalu menjadi tempat ia
bersandar.
"El
tau ga, menulis itu bisa bikin kita mencurahkan apa yang tak bisa kita
ungkapkan looo,
intinya bisa buat membela diri" ucap Ria sahabatnya. Seperti biasa El
hanya merespon dengan senyuman dan anggukan.
"Dan di Kampus ini, terbuka
banget buat potensi-potensi penulis baru. Aku yakin aku dan kamu bisa" ucap Ria
lagi. Perbincangan itu pun berlalu dengan datarnya.
***
Suatu
hari, karamel melihat papan pengumuman di mading kampus. Lomba menulis cerpen yang
di adakan oleh club
menulis. Ia teringat dengan ucapan sahabatnya.
"Kayanya apa yang Ria
omongin bener deh" gumam El. Ia
merasa tertarik dan mencoba mengikuti
lomba tersebut.
***
Selama menulis dan merangkai kata untuk cerpennya, El
berusaha menuangkan apa yang terlintas dalam imajinasinya, apa yang ia rasakan,
apa yang ia dengar dan apa yang ia lihat bahkan apa yang ia alami pun ia coba
tuang dalam tulisannya.
Hingga
akhirnya, ia pun menuliskan
cerita atas dasar apa yang ia lihat, ia rasakan dan ia alami dengan judul "Sometime
You Have Accept Things,
Whether You Like It Or No"
Dengan
penuh perasaan ia tuangkan hingga karyanya dapat
selesai tepat waktu. Kini karyanya telah sampai ke
meja redaksi.
Hari
demi hari berlalu, dengan penuh
kesabaran ia menanti hasil pengumuman hingga
akhirnya sampai pada waktu yang ditentukan.
Ia
menatap mading penuh harap, dan mengeja
huruf demi huruf nama yang terukir
dikertas itu,
Pemenang
Lomba Menulis Cerpen Diraih Oleh KARAMEL Dengan Judul “Sometime You Have
Accept Things Whether You Like It Or No"
Tak
percaya dengan apa yang ia baca,
hingga akhirnya ia mendapat tepukan meriah dari teman temannya dan ucapan
selamat, yang kemudian baru membuatnya sadar
dari lamunannya.
"El..
Selamat ya" ucap Ria
"Aku menang? "tanya
El masih kurang percaya
"Iya kamu menang El, dan aku cukup iri dengan kemenanganmu, tapi karna kamu sahabat terbaikku,
aku ikhlas kok. Sekali lagi selamat El..."
ucap Ria seraya merentangkan tangannya
yang disambut oleh El dengan pelukan hangat antar sahabat.
Setelah
kemenangnya, El mendapat kesempatan untuk mengikuti Class Exclusive dalam bidang
menulis.
***
2
Tahun kemudian.
Tak
terasa waktu berlalu begitu cepat, tanpa Karamel sadari ternyata sekarang ia
sudah menjadi penulis terkenal. Beberapa
buku karangannya sudah berderet rapi di rak-rak toko buku ternama.
Disela-sela
waktu luangya,
kembali ia renungkan akan kisah hidupnya.
Mulai
dari ketidak lulusannya di PTN Favorit yang sudah lama ia
incar, perintah orang tuanya yang mengharuskan
kuliah di kota sendiri, persahabatnnya
dengan Ria, perlombaan menulis yang ia menangi, dan ketekunanya mengikuti kelas
menulis eksklusif, yang akhirnya dapat
mengantarnya menjadi penulis terkenal seperti saat ini.
Judul
pertama pada saat mengikuti perlombaan
menulis dulu, rupanya benar-benar ia
aplikasikan pada kehidupannya saat ini bahwa "Sometime You Have Accept
Things Whether You Like It Or No"
~TAMAT~
NB : Cerita di atas merupakan hasil karya dari Saya bersama tim yakni RaniaAlattas , Elisa_spc, Alfa dan Rohasanahmyhas. saat mengikuti Game "Kereta Kata" selama kelas Nulisyuk Bacth 1 berlangsung pada tanggal 2 juni 2017. Semoga dapat memberikan manfaat, terima kasih :)
#Keretakata #Nulisyuk #NulisRandom2017
0 komentar:
Posting Komentar