Bukankah apa yang saat ini menjadi milik kita, bukanlah milik kita ? Lalu, mengapa kau risau akan sebuah kehilangan yang sedang menimpamu ? |
Apa
hakikat kehilangan ? Bahwa apa yang dulunya menjadi milik kita sudah tak ada di
genggaman.
Apa
hakikat memiliki ? Sesuatu yang berada di genggaman dan orang-orang mengakui
bahwa itu barang atau milik kita. (Pengertian kita bisa jadi berbeda, dan itu adalah hak para pembaca yang budiman)
Namun,
bukankah apa yang saat ini menjadi milik kita, bukanlah milik kita ?
Lalu,
mengapa kau risau akan sebuah kehilangan yang sedang menimpamu?
Kawan,
mari kuceritakan kepadamu tentang pengalamanku memaknai sebuah kehilangan dan
mencoba belajar untuk mengikhlaskannya.
Tepatnya
sekitar satu minggu lalu (16/10/2018), pada Pukul 14:32 WITA aku kehilangan Smartphone yang sangat kusayangi di
tempat peribadatan sewaktu sedang terlelap dalam istirahatku. Kejadian
hilangnya cukup cepat, namun setelah melihat rekaman CCTV ternyata itu adalah waktu yang cukup lama bagi si Pelaku
mempersiapkan segala hal.
Sebelum
terlelap, aku sempat berfirasat “Aaah...bagaimana
jika smartphone ku di ambil orang saat ku terlelap nanti ? aaah....apakah ada
maling di sekitar sini ? ”, firasat itu entah darimana asalnya, cukup
membuatku mawas diri dan menyembunyikan smartphone
tersebut di balik tudung yang kukenakan. Karena merasa cukup dekat dengan
kepala, kuaktifkan Flight Mode.
Setengah
sadar, tiba-tiba aku terbangun karena merasa cukup lama tidur. Kemudian mengeluarkan smartphone dan melihat ternyata baru Pukul 14.30 WITA. Disampingku
sedang tertidur pulas juga sahabat yang selalu menemaniku dan melihat smartphonenya tergeletak begitu saja
disampingnya. Dalam hati ku berkata “Astagfirullah....mengapa
aku berfirasat seperti tadi, bukankah ini rumah-Nya ?, aah...pasti tidak
mungkin ada maling atau sejenisnya di sini.” Karena masih mengantuk,
kulanjutkan tidur dan menyimpan smartphone
di luar tudung (karena yakin, pasti tidak ada maling di sana dan merasa bersalah
dengan firasat buruk tadi). Pukul 14.40 WITA, sahabat disebelah membangunkanku,
saat sudah bangun beberapa menit dalam artian sudah dalam kondisi cukup segar,
aku baru sadar, ternyata smartphoneku
sudah raib.
Ada
rasa kaget, “Bukankah beberapa menit lalu
smartphone tersebut masih dalam genggamanku ? bagaimana mungkin bisa raib
secepat itu ? apakah ini hukuman dari firasat burukku tadi ? Oooh...bagaimana
ini, apa yang harus kulakukan ?”
Segelintir
pertanyaan tiba-tiba datang bersileweran. Disatu sisi, ku berusaha tenang,
tidak mencurgai siapapun, tidak menganggap bahwa smartphoneku sedang di curi, tidak...sangat tidak. Karena saat itu,
murni aku merasa sedang mendapat hukuman dari firasat burukku tadi. Kemudian
ada peryataan baru dari sahabatku jika pada saat setengah sadar dia sempat
melihat tiga orang laki-laki sedang duduk di luar sana. Akupun mulai berpikiran
buruk dan mencurigai tiga orang asing tersebut. Kemudian aku juga melihat ada penjaga
rumah peribadatan yang sedang bersih-bersih, ingin aku melaporkan kejadian yang
sedang ku alami, namun disatu sisi aku takut ia akan tersinggung, karena aku
juga sempat mencurigainya. Sungguh betapa mudahnya aku bersuuzon, astagfirullah.
Sampai
di rumah, ku rahasiakan kejadian ini dari kedua orang tua dan berusaha memperlihatkan
bahwa aku baik-baik saja dengan adanya kejadian siang
tadi.
Esok
siangnya aku bersama sahabatku kembali ke tempat tersebut di tambah satu
sahabat lainnya lagi. Perbincangan kami berjalan kesana-kemari hingga ku tengok
sang Penjaga hendak pulang dari rumah peribadatan. “Ah yaa...hari ini aku harus berani melaporkan kejadian kemarin
kapadanya, apapun hasilnya dan mengesampingkan kecurigaanku.” Tanpa
disangka respon si Penjaga sangat baik membuatku malu telah mencurigainya,
justru Ia menyayangkan sikapku yg tak berani melaporkan kejadian kemarin
kepadanya. Hasil peryataan si Penjaga ternyata rumah peribadatan ini dilengkapi
CCTV. Lalu, diajaklah kami untuk
melihat langsung hasil rekaman CCTV
kemarin, khususnya di detik-detik si Pencuri mengambil smartphoneku .
Dari
hasil rekaman terlihat bahwa tiga orang yang kami curigai ternyata bukan
pelakunya. Secara otomatis bertambah lagi rasa bersalahku karena sudah
berprasangka buruk kepada mereka. Si Pencuri yang sebenarnya berperawakan cukup
tua, menggunakan kaos lengan pendek bergaris-garis dan celana pendek saat
datang ke rumah peribadatan. Menyaksikan aksinya dalam mengambil smartphoneku, tanpa sadar telah mebuat
ubun-ubunku mendidih, namun disisi lain juga merasa merinding dan geram, bahkan bulu kudukku pun ikut menunjukkan responnya. Sayangnya setelah di zoom dengan berbagai skala hasil rekaman CCTV memiliki
keterbatasan, wajah serta plat motor pelaku tidak dapat dilihat secara jelas,
alhasil aku hanya bisa pasrah dan mencoba untuk mengikhlaskannya.
Selepas
menyaksikan hasil rekaman CCTV, banyak hal yang aku renungkan selama dalam
perjalanan pulang ke rumah, diantaranya perihal keteledoran atau
ketidakdisiplinanku dalam menjaga barang.
Kawan, di sini aku tidak akan mencari-cari alasan agar mendapatkan
dukungan dari keteledoran ini karena pada hakikatnya hal tersebut adalah sebuah
kesalahan yang cukup fatal dan ku harap tidak terjadi kepada kalian. Namun,
jika diberikan kesempatan untuk melihat
kejadian ini dari sisi yang lain ada beberapa hal yang ingin aku jabarkan, agar
jika terjadi hal yang sama menimpa teman-teman, kita bisa sama-sama belajar
untuk mengikhlaskan kehilangan, baik itu berupa barang kesayangan bahkan hingga orang yang kita sayangi.
Kawan,
seperti yang sudah ku sampaikan di awal, “Bukankah
apa yang menjadi milik kita saat ini bukanlah milik kita ? Dan saat Maha Pemiliki mengambilnya kembali, maka kita sudah harus benar-benar ikhlas menyerahkan
atau melepaskannya ?”
Kehilangan smartphone ini memaksaku untuk berfikir dan mencoba merenungi hikmah apa
yang kiranya bisa kupetik sebagai pelajaran kemudian hari. Dalam hidup aku sudah memiliki
prinsip “Setiap kejadian pasti ada
hikmahnya, seburuk apapun itu, harus ada hikmah yang dapat dipetik.”
Dan hasilnya, mungkin ini sebagai ujian dan atau teguran dari Yang Maha
Memiliki perihal keterlenaanku menggunakan smartphone sehingga lalai dari menjalani
perintah-Nya. Mungkin ini sebagai hukuman dari Yang Maha Memiliki bahwa sangat jarangnya aku memenuhi
hak-hak orang yang membutuhkan dengan cara berinfak atau bersedekah. Sehingga diambil-Nya
barang yang kusayangi sebagai penebusnya. Jika dilihat dari posisi Pencuri, bisa jadi niat awalnya memang hanya untuk datang beribadah. Namun, dilatarbelakangi masalah ekonomi yang sedang
menghimpitnya, muncul niat lain untuk mengambil barang orang agar dapat memenuhi
kebutuhan hidup. Memang hal ini tidak benar dan biarkanlah hal tersebut menjadi
tanggung jawabnya pada hari hisab kelak.
Satu hal yang membuatku tambah bergidik ngeri. Melihat aksi si pelaku melalui
rekaman CCTV menyadarkanku, “Hey Rahmi...bukankah Allah Maha Melihat ?”
geramnya aku melihat setiap aksinya membuatku sadar, “Bagaimana geramnya Allah
melihatmu bermaksiat selama ini ? dibawah pengawasan-Nya secara langsung dan
dengan percaya dirinya kau masih bisa berjalan dengan anggun di atas muka bumi ini
? Hey...dimana rasa malumu Rahmi ?” aaah...betapa tak tahu dirinya aku !!! Astagfirullah wa atuubu ilaih. Apalah artinya semua hal yang kita miliki jika tidak disertai dengan ketaatan kita dalam menjalani perintah dan larangan-Nya ? Jangan heran jika tiba-tiba harta benda yang kita miliki tiba-tiba raib. Tidak ada istilah kebetulan, semua sudah menjadi takdir-Nya, hukum sebab akibat juga ikut berlaku. Sampai di sini adakah pesan moral yang dapat kau renungi kawan ? Semoga jawabannya "Iya".
Baik, tiba dipenutup cerita, akan kuingatkan kembali terutama untuk diri
yang hina dina ini, jadilah pribadi yang mawas diri, lebih berhati-hati
dimanapun berada, jangan lupa tunaikan hak-hak orang yang membutuhkan, jangan
mudah berburuk sangka kepada orang lain dan ingat Allah selalu mengawasi kita setiap saat, 24 jam NON STOP !!!. Adapun hilangnya smartphone ini, semoga dapat menjadi pengingat dan pelajaran bagiku
dan teman-teman sekalian. Semoga bermanfaat, terima kasih.
0 komentar:
Posting Komentar