|
Jika dibandingkan dengan semua raport hasil belajar yang pernah Saya dapat
hingga sekarang, Raport murni ini berada dikedudukan pertama yang Saya
banggakan dari semua raport yang Saya miliki. |
Tadi sore, disaat langit menurunkan limpahan airnya
secara syahdu dari atas sana, tiba-tiba saja ada keinginan kuat yang menarik
diri untuk membuka kembali tiap halaman dalam raport yang bersampulkan warna
hijau ini. Niat awalnya hanya ingin melihat wajah Saya 8 tahun silam pada foto
ukuran 3x4 dengan berlatarkan kain berwarna merah. Dalam hati Saya cukup berani
mengakui jika ternyata dahulu,DELAPAN TAHUN SILAM, Saya cukup terlihat “imut”
dengan pipi tembam dan wajah polos dengan kerudung putihnya yang jika
dibandingkan sekarang, mungkin terlihat “Amit-amit”...Hehehe (Apapun keadaanya
harus tetap bersyukur Miiie’...”Alhamdulillah”..). Abaikan hal ini karna ini
hanya sebagai cerita pembuka yang ibaratnya dalam sebuah penyajian hidangan
disebut Appetizer.
Kemudian berlanjut kehalaman berikutnya,
tampaklah beberapa nilai yang disejajarkan dengan mata pelajaran yang kami
dapatkan saat itu. Dengan cermat Saya memerhatikan kembali tiap nilai yang Saya
dapatkan dan tak jarang menertawakan diri sendiri jika disana tertera nilai
yang sangat tak enak dipandang.
“Kok bisa yaa dulu Ami’ dapet segitu...??
Oooh pantes...dulu guru yang ngajarinnya emang terlalu “pintar” saat jelasin,
makanya dapet sedikit”, alasan berkilah pertama. (Maafkan santrimu ini Ustaz
maupun Ustazah bener-bener gak bermaksud menyalahkan Antum kok ).
“Lah yang ini kok bisa dapet sedikit..?” Lihat
mata pelajarnnya “Ooohh..pantes dapet sedikit, dulu soal ujiannya emang terlalu
sulit bagi Ami’, wajarlah dapet sedikit..bukan masalah...” Alasan berkilah
kedua.
“Perasaan di pelajaran ini, Ustaz atau
Ustazahnya bagus deh cara jelasinnya, soal yang dikeluarin saat ujian juga gak
terlalu sulit...kok bisa yaa dapet sedikit ?“, setelah mikir-mikir “Oooh..wajar
dapet sedikit....di semester ini emang semangat belajarnya Ami’ kurang
dulu..alias malas...jadi maklum dapet sedikit..” Alasan berkilah ketiga, dan
itulah faktanya.
Begitu pula jika melihat beberapa nilai
dihalaman-halaman berikutnya, selalu Saya sertakan berbagai alasan berkilah
lainnya...
”Oooh..wajar dapet banyak ni, guru yang
ngajarinnya emang top markotop dulu waktu jelasin”,
”Kalo gak salah, dulu soal ujian di mata
pelajaran ini emang mudah-mudah, karna guru yang ajarin terkenal pemurah, jadi
wajar dapet banyak..”, atau alasan lainnya...
“Ami’ inget dulu..dipelajaran ini emang
bener-bener serius Ami’ pelajari dan pahami...jadinya wajar mungkin dapet
banyak, Alhamdulillah”.
Di raport ini, semua tertulis sesuai dengan
jumlah nilai yang kami dapatkan pada hasil ujian semester akhir, tanpa ada
penambahan atau pengurangan sedikitpun. Sehingga kamipun menyebutnya “Raport
Murni”. Tak jarang beberapa dari kami menganggapnya sebagai tolak ukur atas
kepintaran seseorang, karna sifatnya yang murni tersebut. Walau pada
hakikatnya, tidak selamanya sebuah nilai bisa dijadikan tolak ukur kepintaran
seseorang bukan ?.
Sebagaian besar, setamat kami dari Pondok dan
melanjutkan jenjang pendidikan ke beberapa perguruan tinggi negeri lainnya, nilai-nilai
yang tertera dalam raport murni ini tidak dilampirkan saat mendaftar karna
mungkin sifatnya yang informal di pandangan Dinas Pendidikan Negara. Tapi jujur,
jika dibandingkan dengan semua raport hasil belajar yang pernah Saya dapat
hingga sekarang, Raport murni ini berada dikedudukan pertama yang Saya
banggakan dari semua raport yang Saya miliki.
Setelah selesai mencermati setiap nilai yang
tertulis di dalam Raport Murni ini, Saya kemudian mulai merenungi kembali tiap
mata pelajaran yang Saya pelajari dulu, baik yang bernilaikan sedikit, terlebih
yang sempurna (100). Mungkin karna dulu obsesi belajarnya adalah biar bisa
mendapatkan nilai tinggi dan peringkat kelas, maka ketika mendapat nilai
sedikit merasa sedih dan ketika mendapat nilai banyak/sempurna merasa bangga. Tapi
sekarang, setelah melewati beberapa perenungan tadi, tanpa permisi munculah
beberapa pertanyaan ini...
“Apakah pelajaran yang dulu kamu pelajari berkah Miie’...?”,
“Bagaimana caramu mempertanggung jawabkan
nilai-nilaimu tersebut ? Bukankah tujuan dari belajar adalah agar mendapatkan
ilmu yang berkah atau yang dapat memberikanmu sebuah manfaat baik untuk diri
sendiri maupun orang lain ?”,
“Apakah sudah kau terapkan beberapa pelajaran
(terlebih pelajaran agama) dulu sekeluarmu dari Pondok dalam kehidupanmu
sehari-hari ini ?”, atau
“Tinggal berapa baris ilmu yang masih kau
ingat dalam pelajaran-pelajaran tersebut ?”.
Hey..apakah hanya Saya seorang yang
menganggap pertanyaan-pertanyaan dingin tersebut sangat menakutkan dan telak
membuat Saya hanyut dalam keterdiaman yang menyiksa ? Tolong bantu Saya
menjawab sekiranya jawaban apa yang harus Saya berikan, karna rasanya bibir ini
sudah tak mampu menjalankan fungsinya dengan baik untuk mengeluarkan beberapa
patah kata.
Oke sebagai penutup agar tak terlalu
berlarut pada kisah ini, mungkin Saya akan mengutip salah satu quote favorit
dari Bang Tere...
“ Masa lalu tidak akan pernah menang,karena
dia selalu ada dibelakang”.
Faktanya sampai kapan pun, Saya tidak akan
bisa memperbaiki masa lalu Saya yang salah niat
saat belajar dulu, maka sebagai penebusnya, mungkin..eh bukan mungkin,
tapi memang harus !! (kudu pake wajib) mulai saat ini, Saya harus mulai membenahi diri, menegur diri untuk
selalu memasang niat yang benar ketika mulai belajar, dan dengan kesempatan
yang masih ada ini akan mencoba untuk mengulang kembali beberapa pelajaran yang
Saya dapatkan di Pondok maupun Instistusi tempat Saya melanjutkan pendidikan
sekarang, agar keberkahan dari ilmu – ilmu tersebut bisa Saya nikmati dengan
senyuman merekah. Aaamiiinnn...
NB : Bagi para Alumni yang masih menyimpan
Raport Murni ini atau siapa saja yang memiliki Raport dan sebangsanganya yang
disana tertera nilai-nilai dari hasil “belajar”, mungkin ada baiknya Anda
mencoba membuka kembali tiap halamannya dan melihat di mata pelajaran apa saja
Anda mendapatkan nilai ter-rendah, tinggi ataupun sempuna. Jika Anda memiliki
perenungan yang sama dengan Saya, Apakah masih bisa Anda pertanggung jawabkan nilai-nilai
tersebut hingga saat ini ?.
Minggu, 11 Desember 2016 (Pukul 00:06)